MEASUREMENT PERSPECTIVE ON DECISION USEFULNESS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perspektif
pengukuran dalam pelaporan keuangan (financial
reporting) adalah sebuah pendekatan dimana akuntan mengambil sebuah
tanggung jawab untuk menggabungkan nilai wajar (fair values) dalam laporan keuangan yang tepat, dengan tetap
memperhatikan realibilitas. Hal ini memberikan sebuah kewajiban tambahan untuk
memberikan informasi kepada investor sehingga dapat digunakan untuk memprediksi
kinerja perusahaan di masa depan.
Perspektif
pelaporan keuangan yang memfokuskan pelaporan informasi yang berguna bagi
investor disebut pendekatan kegunaan-keputusan (decision usefulness approach).
Terdapat dua perspektif dalam pendekatan kegunaan-keputusan, yaitu perspektif
informasi (information perspective) dan perspektif pengukuran (measurement
perspective) (Beaver, 1998; Scott, 2009). Perspektif
pengukuran lebih menekankan peran fundamental dari informasi akuntansi keuangan
untuk menentukan nilai perusahaan. Perspektif pengukuran lebih menekankan
kualitas angka akuntansi dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya adalah
kualitas laba. Tinjauan secara historis menunjukkan bahwa perspektif pengukuran
dan perspektif informasi mempengaruhi perkembangan akuntansi secara bergantian.
Hitz (2007) mencatat bahwa saat ini telah dan sedang terjadi pergerakan
standar-standar pelaporan keuangan menuju ke arah paradigma baru perspektif
pengukuran.
Riset
dan argumen Lev dan Zarowin (1999), Collins et al. (1997), Francis dan Schipper
(1999), Ota (2001), dan Bao dan Bao (2004) didasari perspektif pengukuran.
Mereka menyatakan bahwa kegunaan informasi akuntansi berhubungan positif dengan
kualitas angka akuntansi. Perspektif
pengukuran, yang menekankan kualitas angka akuntansi, tidak dapat mengabaikan
peran pengungkapan informasi secara luas. Pemikir-pemikir akuntansi mengkritik
ketidakmampuan angka akuntansi untuk memenuhi kebutuhan investor dan pemakai
laporan keuangan lainnya, sehingga diperlukan pengungkapan informasi yang cukup
luas. Perspektif informasi, yang menekankan pengungkapan luas, perlu
mempertimbangkan kualitas angka akuntansi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kelebihan informasi. Interaksi
perspektif informasi dan perspektif pengukuran menjadi penting, karena kedua
aspek dari kedua perspektif tersebut, yaitu kualitas angka akuntansi dan
pengungkapan informasi secara luas, tidak dapat diabaikan salah satu.
Perspektif informasi perlu mempertimbangkan kualitas angka akuntansi, dan
perspektif pengukuran perlu mempertimbangkan luas pengungkapan. Dalam
penelitian ini, proposisi tentang interaksi kedua perspektif tersebut
dikembangkan berdasarkan temuan-temuan empiris maupun penalaran logik, dan
diuji secara empiris.
Measurement
perspective dapat meningkatkan earnings quality dengan semakin relevannya
informasi akuntansi. Apabila informasi akuntansi semakin relevan, maka reaksi
investor terhadap informasi tersebut akan semakin besar. Namun demikian,
measurement perspective juga dibatasi oleh reliabilitas. Metode fair value yang
dapat dimasukkan dalam laporan keuangan pokok adalah metode yang tidak
mengakibatkan menurunnya reliabilitas laporan keuangan tersebut.
Measurement
perspective berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi. Akuntan
mengambil tanggung jawab untuk membantu investor dengan cara menggunakan
pengukuran fair value terhadap laporan keuangan pokok. Akan tetapi, sesuai
dengan SFAC 2 menyatakan bahwa ada dua kualitas informasi pokok,yaitu relevansi
dan reliabilitas, yang harus dijaga keseimbangannya.
Apabila
hanya memperhatikan relevansi, maka reliabilitas akan berkurang dan menyebabkan
laporan keuangan tidak bisa diaudit. Akuntan publik yang merupakan ujung tombak
profesi akuntansi tidak lagi bisa berjalan karena laporan keuangan tidak bisa
diaudit. Karena itu, batasan measurement perspective adalah berusaha untuk
menggunakan pengukuran yang berorientasi pada fair value terhadap laporan keuangan pokok asalkan kualitas
reliabilitas laporan keuanganpokok tersebut tidak berkurang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kegunaan
Informasi Akuntansi
Terdapat dua metoda pendekatan pengukuran
kegunaan informasi akuntansi yang masing-masing bersesuaian dengan perspektif
informasi dan perspektif pengukuran (Beaver,1998; Wolk et al., 2001; Scott,
2009), yaitu pendekatan pengukuran reaksi pasar (event studies) dan pendekatan
pengukuran relevansi-nilai. Pendekatan pengukuran reaksi pasar pada saat
publikasi informasi akuntansi (pendekatan event study) didasari oleh perspektif
informasi. Scott (2009) menyatakan bahwa untuk menguji apakah informasi
akuntansi mempunyai kandungan informasi, peneliti dapat mendasarkan pada
teorema Bayes dalam teori keputusan. Informasi akuntansi dinilai berguna jika
informasi tersebut menyebabkan investor mengubah keyakinan (beliefs) dan
tindakan (actions) mereka.
Pendekatan pengukuran kegunaan informasi
akuntansi dengan metoda relevansi-nilai didasari oleh perspektif pengukuran
(Beaver, 1998; Scott, 2009). Pendekatan ini didasari oleh teori clean surplus
dari Ohlson (1995). Teori clean surplus Ohlson menunjukkan bahwa nilai pasar
perusahaan dapat dinyatakan dalam variabel-variabel laba rugi dan variabel-variabel
neraca. Teori ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan tergantung pada
(dipengaruhi oleh) variabel-variabel akuntansi fundamental. Hal ini konsisten
dengan perspektif pengukuran.
2.2 Kegunaan Keputusan (Decision Usefulness)
Orang pertama yang menggunakan
paradigma kegunaan keputusan (decision
usefulness) adalah Chambers. Ia mengatakan sebagai berikut :
Oleh karenanya, akibat yang wajar dari
asumsi manajemen rasional adalah bahwa seharusnya ada sistem yang menyajikan
suatu informasi; seperti sistem yang diperlukan baik untuk dasar pembuatan
keputusan atau dasar untuk memperoleh kembali konsekuensi keputusan. Sistem
yang menyajikan informasi secara formal akan menyesuaikan dengan dua dalil
umum. Pertama adalah kondisi dari setiap wacana ilmiah, sistem seharusnya
secara logika konsisten; tidak ada aturan atau proses yang dapat bertentangan
dengan setiap aturan atau proses lainnya. Kedua muncul dari pemakai laporan
akuntansi sebagai dasar pembuatan keputusan dari konsekuensi praktik. Informasi
yang dihasilkan oleh setiap sistem seharusnya relevan dengan berbagai bentuk
pembuatan keputusan yang diharapkan dapat digunakan (Belkoui, 2011:14).
Sebaliknya, Scott (2003:52) mengatakan bahwa pendekatan
kegunaan keputusan merupakan suatu pendekatan terhadap laporan keuangan yang
berdasarkan biaya historis agar lebih berguna. Dalam mengadopsi pendekatan
kegunaan keputusan ada dua pertanyaan penting, yaitu pertama siapa pengguna
laporan keuangan dan kedua apa masalah keputusan pengguna laporan keuangan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus memahami teori kegunaan orang
pribadi (single-person of decision
theory) dan teori investasi (theory
of investment).
Teori kegunaan orang pribadi (single-person of decision theory) merupakan cara pandang investor
yang harus mengambil tindakan di bawah kondisi yang tidak menentu, berarti
teori ini tidak digunakan jika kondisi sudah ideal. Kondisi ideal adalah
kondisi di mana karakter ekonomi sudah sempurna dan pasar sudah komplet atau
sepadan dari kekurangan informasi asimetri dan rintangan lain menjadi wajar dan
operasi pasar efisien (Scott, 2003:53). Teori ini masih relevan pada akuntansi
karena laporan keuangan menyediakan tambahan informasi yang berguna untuk
banyak keputusan. Jadi, simpulannya teori ini merupakan pilihan yang bagus
untuk mulai memahami bagaimana individu membuat keputusan rasional di bawah
ketidakpastian.
Teori investasi (theory
of investment) merupakan teori yang mempelajari tentang komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan
tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan pada masa yang akan datang
(Tandelilin, 2001:3). Misalnya seorang investor membeli sejumlah saham saat ini
dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah
dividen pada masa yang akan datang. Sebakliknya tujuan investasi tersebut
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor.
2.3 Pendekatan Decision Usefulness atas
Informasi Akuntansi
Akuntan telah memutuskan bahwa
investor merupakan konstituen utama, serta menggunakan teori investasi dan
teori pengambilan keputusan dalam memahami tipe informasi akuntansi yang dibutuhkan
investor. Hal ini sesuai dengan tujuan laporan keuangan yang ada dalam
pernyataan SFAC No.1 tentang the objective of financial reporting for business
enterprise (FASB, 1978) (paragraf 5) sebagai berikut:
(1) “Financial
reporting should provide information that is useful to present and potential
investors and creditors and other users in making rational investment, credit,
and similar decisions.” (laporan keuangan seharusnya menyediakan informasi yang
berguna bagi investor atau kreditor yang ada sekarang maupun calon investor/
kreditor dan para pengguna lain dalam melakukan investasi, kredit, dan
keputusan-keputusan serupa yang rasional).
(2) “Financial
reporting should provide information to help present and potential investors
and creditors and other users in assessing the amounts, timing, and uncertainty
of prospective cash receipts from dividends or interest and the proceeds from
the sale, redemption, or maturity of securities or loans.” (laporan keuangan
seharusnya menyediakan informasi untuk membantu investor atau kreditor yang ada
sekarang maupun calon investor/ kreditor dan para pengguna lain dalam menaksir
(memprediksi) jumlah, penentuan waktu, dan ketidakpastian dari penerimaan kas
yang prospektif dari deviden atau bunga dan hasil-hasil yang diperoleh dari
penjualan, penebusan, atau jatuh temponya suatu sekuritas atau pinjaman).
Kedua pernyataan tersebut
mengimplikasikan bahwa meskipun laporan keuangan memiliki sasaran yang luas,
orientasinya terletak pada investor dan kreditor dengan berasumsi bahwa
terpenuhinya kebutuhan mereka berarti terpenuhi pula hampir semua kebutuhan
para pengguna lainnya. Investor, dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan tentang Pengguna dan Kebutuhan Informasi, didefinisikan
sebagai penanam modal berisiko yang berkepentingan dengan risiko yang melekat
serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan (Standar Akuntansi
Keuangan, 2009:2).
Pernyataan dalam SFAC No.1 jelas
memberikan mandat pada profesi akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan yang
berguna (useful) bagi para pengguna dalam rangka membuat keputusan bisnis.
Lebih lanjut, SFAC No.1 menyajikan suatu adaptasi penting dari teori keputusan
bagi penyusunan laporan keuangan, bahwa teori keputusan ini berorientasi kepada
pembuatan keputusan investasi bagi individu yang rasional (Machfoedz, 1999;
Scott, 2009:76). Oleh karenanya, pengujian atas manfaat informasi akuntansi
penting dilakukan. Pendekatan decision usefulness atas informasi akuntansi
merupakan suatu pendekatan terhadap laporan keuangan yang berbasis biaya
historis agar menjadi lebih berguna.
Pendekatan ini menitikberatkan pada
para pengguna laporan keuangan, keputusan mereka, informasi yang mereka
butuhkan, serta kemampuan mereka memproses informasi akuntansi (Wignjohartojo,
1995:41). Terdapat dua pertanyaan penting dalam mengadopsi pendekatan decision
usefulness atas informasi akuntansi, yaitu: (1) siapa saja para pengguna
laporan keuangan. Terdapat banyak konstituen (kelompok-kelompok pengguna),
seperti: investor, manajer, serikat buruh, standard setters, dan pemerintah.
Terdapat banyak pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan, oleh karenanya
dengan mengidentifikasi pengguna (pihak yang berkepentingan) diharapkan akan
dapat ditentukan bagaimana bentuk laporan keuangan atau informasi akuntansi apa
saja yang harus disajikan dalam laporan keuangan; dan (2) apa saja masalah
keputusan bagi para pengguna laporan keuangan. Akuntan akan lebih memahami
berbagai kebutuhan informasi yang diperlukan oleh para pengguna laporan
keuangan dengan mengetahui masalah-masalah keputusan yang dihadapi oleh para
pengguna laporan keuangan.
Penyusunan laporan keuangan
seharusnya mempertimbangkan informasi akuntansi yang dibutuhkan para pengguna
laporan keuangan tersebut. Dengan kata lain, akuntan seharusnya menyesuaikan
informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan
kebutuhan-kebutuhan para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menghasilkan
pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan cara ini, informasi akuntansi
yang disajikan dalam laporan keuangan akan menjadi lebih berguna (Scott,
2009:59). Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
berguna bagi para pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun demikian,
laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dan kejadian di masa lalu. Oleh karenanya, untuk dapat
membuat keputusan ekonomi, para pengguna laporan keuangan memerlukan evaluasi
atau analisis berdasarkan informasi akuntansi yang terkandung dalam laporan
keuangan (Moon & Keasey, 1992; Banker et al., 1993; Eccles & Holt,
2005; Alattar & Al-Khater, 2007; Standar Akuntansi Keuangan, 2009:3).
Kemampuan laporan keuangan untuk
memberikan informasi akuntansi yang berguna bagi investor tidak terlepas dari
permasalahan karakteristik kualitatif dari laporan keuangan itu sendiri.
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi akuntansi
dalam laporan keuangan menjadi berguna bagi para penggunanya. Standar Akuntansi
Keuangan (2009:5) menyebutkan bahwa terdapat empat karakteristik kualitatif
pokok, yaitu: (1) dapat dipahami, (2) relevan, (3) keandalan, dan (4) dapat
diperbandingkan. Karakteristik kualitatif informasi akuntansi, yaitu: relevance
dan reliability merupakan kualitas utama yang diperlukan agar penyajian laporan
keuangan menjadi berguna bagi pengambilan keputusan investasi dengan
mengoperasionalkan pendekatan decision usefulness. Informasi yang relevan
(relevance) adalah informasi yang tepat waktu (timeliness), yaitu informasi
yang tersedia bagi decision maker dan memiliki kapasitas yang dapat
mempengaruhi decision makers dalam membuat keputusan dengan mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa akan datang, menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi pada masa lalu. Selain itu, informasi akuntansi dapat
dikatakan relevan jika mempunyai nilai prediktif (predictive value) dan nilai
umpan balik (feedback value). Jadi, informasi yang relevan adalah informasi
yang mempunyai kapasitas untuk mempengaruhi keyakinan investor mengenai tingkat
return yang diharapkan diterima di masa akan datang (future returns), dan seharusnya
di-release secara tepat waktu. Selanjutnya, informasi akuntansi dapat dikatakan
reliabel (reliability) apabila suatu informasi akuntansi itu bebas dari bias
atau bebas dari pengertian yang menyesatkan, bebas dari kesalahan material, dan
dapat diandalkan para penggunanya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari
yang seharusnya disajikan (verifiability, neutrality, representational
faithfulness). Jadi, informasi yang reliabel adalah informasi yang mewakili apa
yang dinyatakan dan diukur oleh informasi tersebut. Bahwa, suatu informasi
haruslah menyajikan kebenaran secara tepat dan bebas dari bias (FASB, 1980;
Eccles & Holt, 2005; Maines & Wahlen, 2006; Standar Akuntansi Keuangan,
2009:5-9; Scott, 2009:76).
Penyajian laporan keuangan tidak
mungkin menyajikan laporan keuangan dengan tingkat relevansi dan reliabilitas
secara penuh karena konsekuensinya akan terjadi trade-off antara relevansi dan
reliabilitas sebagai bagian dari kualitas informasi yang diinginkan. Adanya
permasalahan bahwa laporan keuangan seharusnya menyajikan informasi yang
berguna bagi investor dan pemakai lain, maka laporan keuangan harus
mempertimbangkan tingkat relevansi dan reliabilitas atas penyajian informasi
yang terkandung didalamnya. Kedua kriteria tersebut akan mengalami trade-off
jika digunakan secara bersamaan. Selama ini penyajian laporan keuangan dengan
berbasis biaya historis (historical cost) masih dinilai relatif reliabel, sebab
biaya (cost) pada aktiva atau kewajiban perusahan masih obyektif untuk
estimasi. Akan tetapi, kelemahan penyajian laporan keuangan berbasis biaya
historis dinilai tidak memiliki kemampuan prediktif (tidak relevan) terhadap
kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi dalam situasi yang
merugikan (Scott, 2009:41&58).
Pembahasan yang mengarah pada suatu
konsep penting dalam ilmu akuntansi, yaitu konsep decision usefulness, konsep
tentang kebermanfaatan (kegunaan) dalam pengambilan keputusan. Pendekatan
decision usefulness dapat digunakan untuk membuat informasi akuntansi yang terkandung
dalam laporan keuangan yang berbasis biaya historis menjadi lebih berguna
(useful). Akuntan sebagai penyaji informasi akuntansi tidak akan dapat
menjadikan laporan keuangan menjadi lebih berguna sampai mengetahui apa
sebenarnya makna manfaat (kegunaan) dari informasi yang disajikan bagi para
penggunanya. Kualitas penting informasi yang terkandung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pengguna (Scott,
2009:59).
2.4 Perspektif Pengukuran
Perspektif pengukuran pada kegunaan
keputusan secara tidak langsung lebih besar memakai nilai wajar dalam laporan
keuangan yang tepat. Menurut Scott (2003:174) definisi perspektif pengukuran
pada kegunaan keputusan adalah sebuah pendekatan pada pelaporan keuangan di
mana akuntan melakukan tanggung jawab pada nilai wajar perusahaan dalam laporan
keuangan yang tepat, penyediaan bisa turun dengan keandalan yang layak. Dengan
demikian, peningkatan obligasi dengan membantu investor untuk memprediksi nilai
wajar fundamental. Sebaliknya, Barth (2000) mengatakan bahwa informasi kegunaan
keputusan adalah informasi pada kontribusi dari aktiva dan kewajiban untuk
enterprise value. Jadi, atribut pengukuran benchmark adalah nilai penggunaan.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perspektif pengukuran
lebih menekankan pada nilai sekarang dalam mengukur aktiva, kewajiban, dan
ekuitas karena hal tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pengguna
laporan keuangan. Konsekuensinya adalah akan terjadi penurunan tingkat reliabilitas
dari laporan keuangan tersebut.
Beberapa alasan mengapa perspektif
pengukuran semakin diakui adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Earning
Responsse Coefficients (ERC) menunjukkan bahwa kemampuan pasar sangat sulit
untuk mendapatkan implikasi dari laporan keuangan yang disajikan dengan biaya
histories. Kedua, prospect theory yang menyatakan bahwa investor
mempertimbangkan risiko investasi yang memisahkan evaluasi prospek evaluasi
keuntungan dan kerugian. Ketiga, teori surplus bersih Ohlson menjelaskan
konsistennya kerangka dasar dengan perspektif pengukuran yang memperlihatkan
bagaimana nilai pasar perusahaan, yang disebabkan oleh perputaran sekuritas
dapat dipercepat pada waktu neraca fundamental dan komponen laporan pendapatan.
Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi yang ideal meliputi tidak relevannya
dividen dan keganjilan pasar efisien.
2.5 Pasar
Modal Efisien
Jogianto (2000:363) menyatakan setidaknya ada 4 definisi
pasar modal efisien. Pertama, definisi pasar didasarkan pada nilai intrinsic
sekuritas. Ukuran efisiensi dilihat dari sejauh mana harga-harga sekuritas
menyimpang dari nilai intrinsiknya (Beaver, 1989). Kedua, definisi yang
didasarkan pada akurasi dari harga sekuritas. Fama (1970) mendefinisikan pasar
modal efisien adalah jika harga-harga sekuritas mencerminkan secara penuh
informasi yang tersedia. Ketiga, definisi yang didasarkan pada distribusi
informasi. Beaver (1989) mengatakan pasar efisien jika dan hanya jika
harga-harga sekuritas bertindak seakan-akan setiap orang mengamati system
informasi tersebut. Keempat, definisi efisiensi pasar didasarkan pada proses
dinamik (Jones, 1995). Definisi ini mempertimbangkan distribusi informasi yang
tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena
informasi yang tidak simetris tersebut. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran
informasi dilakukan secara cepat sehingga informasi menjadi simetris, yaitu
setiap orang memiliki informasi ini.
Jones (1996:268) menyatakan bahwa pasar yang efisien adalah
suatu pasar yang mana harga-harga dari seluruh sekuritas dengan cepat dan
dengan sepenuhnya mencerminkan seluruh informasi yang tersedia tetang asset
tersebut. Konsep ini menyatakan bahwa investor akan meresapkan seluruh
informasi yang relevan ke dalam harga-harga pada saat mereka membuat keputusan
beli dan jual. Oleh karena itu, harga saham saat ini mencerminkan mencerminkan
seluruh informasi yang telah diketahui, tidak hanya informasi yang telah lalu
(missal: laba kuartalan atau tahunan yang lalu), tetapi juga informasi saat ini
begitu juga peristiwa-peristiwa yang telah dipublikasikan tetapi eksekusinya
masih di masa yang akan dating (seperti stock split). Selanjutnya, informasi
yang secara logis dapat disimpulkan akan mempengaruhi harga saham juga akan
direfleksikan ke dalam harga. Sebagai contoh, jika banyak investor percaya
bahwa tingkat bunga akan segera turun, harga-harga akan mencerminkan
kepercayaan ini sebelum penurunan yang sesungguhnya terjadi.
2.6 Perspektif Pengukuran: Hubungan Kualitas
Laba dan Relevansi-Nilai Laba
Scott (2009) menyatakan bahwa perspektif
pengukuran menekankan peran fundamental dari informasi akuntansi keuangan untuk
menentukan nilai perusahaan. Hitz (2007) menyatakan gagasan fundamental yang
mendasari perspektif pengukuran adalah bahwa akuntansi seharusnya mengukur
secara langsung dan melaporkan informasi dasar yang diperlukan oleh investor
yaitu nilai perusahaan, atau setidaknya fraksi dari nilai perusahaan. Berdasarkan
perspektif pengukuran, ukuran-ukuran akuntansi didefinisikan dengan baik dan
menunjukkan suatu karakter ekonomik. Perspektif pengukuran lebih menekankan
kualitas angka akuntansi dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya adalah
kualitas laba.
Berdasarkan perspektif pengukuran,
kegunaan-keputusan (decision usefulness) informasi akuntansi, khususnya laba,
dapat ditingkatkan melalui perbaikan kualitas laba.
Temuan-temuan empiris yang mendukung
adanya hubungan antara kualitas laba dan kegunaan informasi akuntansi (yang
diukur dengan relevansi-nilai) di antaranya adalah Lev dan Zarowin (1999),
Collins et al. (1997), Francis dan Schipper (1999), dan Ota (2001), yang
menyatakan bahwa lemahnya relevansi-nilai informasi akuntansi disebabkan oleh
masalah accounting recognition lag dan masalah komponen laba transitori, yang
menunjukkan masalah kualitas laba. Bao dan Bao (2004) mengindikasikan bahwa
perusahaan-perusahaan dengan kualitas laba yang lebih tinggi cenderung
menunjukkan relevansi-nilai laba yang lebih tinggi pula.
Perspektif pengukuran dan berbagai temuan
riset empiris tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara kualitas
laba dan kegunaan informasi akuntansi bagi investor. Angka laba yang
berkualitas tinggi mampu mengindikasikan secara lebih baik tentang nilai
perusahaan. Dengan demikian, angka laba yang berkualitas tinggi akan mempunyai
asosiasi yang kuat dengan variabel-variabel pasar (yaitu harga saham atau
return saham). Dengan kata lain, angka laba yang berkualitas tinggi akan
mempunyai relevansi-nilai yang tinggi pula.
BAB
III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Perspektif
pengukuran dalam pelaporan keuangan (financial
reporting) adalah sebuah pendekatan dimana akuntan mengambil sebuah
tanggung jawab untuk menggabungkan nilai wajar (fair values) dalam laporan keuangan yang tepat, dengan tetap
memperhatikan realibilitas. Hal ini memberikan sebuah kewajiban tambahan untuk
memberikan informasi kepada investor sehingga dapat digunakan untuk memprediksi
kinerja perusahaan di masa depan.
Measurement
perspective dapat meningkatkan earnings quality dengan semakin relevannya
informasi akuntansi. Apabila informasi akuntansi semakin relevan, maka reaksi
investor terhadap informasi tersebut akan semakin besar. Namun demikian,
measurement perspective juga dibatasi oleh reliabilitas. Metode fair value yang
dapat dimasukkan dalam laporan keuangan pokok adalah metode yang tidak
mengakibatkan menurunnya reliabilitas laporan keuangan tersebut.
Measurement
perspective berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi. Akuntan
mengambil tanggung jawab untuk membantu investor dengan cara menggunakan
pengukuran fair value terhadap laporan keuangan pokok. Akan tetapi, sesuai
dengan SFAC 2 menyatakan bahwa ada dua kualitas informasi pokok,yaitu relevansi
dan reliabilitas, yang harus dijaga keseimbangannya.
Apabila
hanya memperhatikan relevansi, maka reliabilitas akan berkurang dan menyebabkan
laporan keuangan tidak bisa diaudit. Akuntan publik yang merupakan ujung tombak
profesi akuntansi tidak lagi bisa berjalan karena laporan keuangan tidak bisa
diaudit. Karena itu, batasan measurement perspective adalah berusaha untuk
menggunakan pengukuran yang berorientasi pada fair value terhadap laporan keuangan pokok asalkan kualitas
reliabilitas laporan keuanganpokok tersebut tidak berkurang.
Beberapa alasan mengapa perspektif
pengukuran semakin diakui adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Earning
Responsse Coefficients (ERC) menunjukkan bahwa kemampuan pasar sangat sulit
untuk mendapatkan implikasi dari laporan keuangan yang disajikan dengan biaya
histories. Kedua, prospect theory yang menyatakan bahwa investor
mempertimbangkan risiko investasi yang memisahkan evaluasi prospek evaluasi
keuntungan dan kerugian. Ketiga, teori surplus bersih Ohlson menjelaskan
konsistennya kerangka dasar dengan perspektif pengukuran yang memperlihatkan
bagaimana nilai pasar perusahaan, yang disebabkan oleh perputaran sekuritas
dapat dipercepat pada waktu neraca fundamental dan komponen laporan pendapatan.
Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi yang ideal meliputi tidak relevannya
dividen dan keganjilan pasar efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Beaver, W.H. 1998. Financial
Reporting: An Accounting Revolution. Third Edition. New Jersey: Prentice
Hall.
Collins, D., Maydew, E., dan Weiss, I. 1997. “Changes in the
Value-relevance of Earnings and Book Values over the Past Forty Years”. Journal of Accounting and Economics, 24,
39-67.
Cornell, B., dan Landsman, W.R. 2003. “Accounting Valuation: Is
Earnings Quality an Issue?” AIMR,
November/December, 20-28.
Financial Accounting Standard Board,
1978. Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. Statement of Financial Accounting Concepts
No. 1. FASB, Stamford, Connecticut, November.
Financial Accounting Standard Board,
1980. Qualitative Characteristics of Accounting Information. Statement of Financial Accounting Concepts
No. 2. FASB, Stamford, Connecticut, May.
Hitz,
J.M. 2007. “The
Decision Usefulness of
Fair Value Accounting
– A Theoretical Perspective”. European Accounting Review, 16 (2),
323-362.
Jones, J. 1991. “Earnings Management during Import Relief
Investigation”. Journal of Accounting Research, 29 (2), 193-228.
Ohlson, J. 1995. “Earnings, Book Values, and Dividends in Security Valuation.” Contemporary
Accounting Research, 11 (Spring), 661-688.
Scott, W.R. 2009. Financial
Accounting Theory. Fifth Edition. Toronto: Pearson Prentice Hall.
Standar Akuntansi Keuangan, 2009.
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Comments
Post a Comment