MEASUREMENT PERSPECTIVE ON DECISION USEFULNESS

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1              Latar Belakang

Perspektif pengukuran dalam pelaporan keuangan (financial reporting) adalah sebuah pendekatan dimana akuntan mengambil sebuah tanggung jawab untuk menggabungkan nilai wajar (fair values) dalam laporan keuangan yang tepat, dengan tetap memperhatikan realibilitas. Hal ini memberikan sebuah kewajiban tambahan untuk memberikan informasi kepada investor sehingga dapat digunakan untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa depan.

Perspektif pelaporan keuangan yang memfokuskan pelaporan informasi yang berguna bagi investor disebut pendekatan kegunaan-keputusan (decision usefulness approach). Terdapat dua perspektif dalam pendekatan kegunaan-keputusan, yaitu perspektif informasi (information perspective) dan perspektif pengukuran (measurement perspective) (Beaver, 1998; Scott, 2009). Perspektif pengukuran lebih menekankan peran fundamental dari informasi akuntansi keuangan untuk menentukan nilai perusahaan. Perspektif pengukuran lebih menekankan kualitas angka akuntansi dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya adalah kualitas laba. Tinjauan secara historis menunjukkan bahwa perspektif pengukuran dan perspektif informasi mempengaruhi perkembangan akuntansi secara bergantian. Hitz (2007) mencatat bahwa saat ini telah dan sedang terjadi pergerakan standar-standar pelaporan keuangan menuju ke arah paradigma baru perspektif pengukuran.

Riset dan argumen Lev dan Zarowin (1999), Collins et al. (1997), Francis dan Schipper (1999), Ota (2001), dan Bao dan Bao (2004) didasari perspektif pengukuran. Mereka menyatakan bahwa kegunaan informasi akuntansi berhubungan positif dengan kualitas angka akuntansi. Perspektif pengukuran, yang menekankan kualitas angka akuntansi, tidak dapat mengabaikan peran pengungkapan informasi secara luas. Pemikir-pemikir akuntansi mengkritik ketidakmampuan angka akuntansi untuk memenuhi kebutuhan investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, sehingga diperlukan pengungkapan informasi yang cukup luas. Perspektif informasi, yang menekankan pengungkapan luas, perlu mempertimbangkan kualitas angka akuntansi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kelebihan informasi. Interaksi perspektif informasi dan perspektif pengukuran menjadi penting, karena kedua aspek dari kedua perspektif tersebut, yaitu kualitas angka akuntansi dan pengungkapan informasi secara luas, tidak dapat diabaikan salah satu. Perspektif informasi perlu mempertimbangkan kualitas angka akuntansi, dan perspektif pengukuran perlu mempertimbangkan luas pengungkapan. Dalam penelitian ini, proposisi tentang interaksi kedua perspektif tersebut dikembangkan berdasarkan temuan-temuan empiris maupun penalaran logik, dan diuji secara empiris.

Measurement perspective dapat meningkatkan earnings quality dengan semakin relevannya informasi akuntansi. Apabila informasi akuntansi semakin relevan, maka reaksi investor terhadap informasi tersebut akan semakin besar. Namun demikian, measurement perspective juga dibatasi oleh reliabilitas. Metode fair value yang dapat dimasukkan dalam laporan keuangan pokok adalah metode yang tidak mengakibatkan menurunnya reliabilitas laporan keuangan tersebut.

Measurement perspective berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi. Akuntan mengambil tanggung jawab untuk membantu investor dengan cara menggunakan pengukuran fair value terhadap laporan keuangan pokok. Akan tetapi, sesuai dengan SFAC 2 menyatakan bahwa ada dua kualitas informasi pokok,yaitu relevansi dan reliabilitas, yang harus dijaga keseimbangannya.

Apabila hanya memperhatikan relevansi, maka reliabilitas akan berkurang dan menyebabkan laporan keuangan tidak bisa diaudit. Akuntan publik yang merupakan ujung tombak profesi akuntansi tidak lagi bisa berjalan karena laporan keuangan tidak bisa diaudit. Karena itu, batasan measurement perspective adalah berusaha untuk menggunakan pengukuran yang berorientasi pada fair value terhadap laporan keuangan pokok asalkan kualitas reliabilitas laporan keuanganpokok tersebut tidak berkurang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1       Kegunaan Informasi Akuntansi

Terdapat dua metoda pendekatan pengukuran kegunaan informasi akuntansi yang masing-masing bersesuaian dengan perspektif informasi dan perspektif pengukuran (Beaver,1998; Wolk et al., 2001; Scott, 2009), yaitu pendekatan pengukuran reaksi pasar (event studies) dan pendekatan pengukuran relevansi-nilai. Pendekatan pengukuran reaksi pasar pada saat publikasi informasi akuntansi (pendekatan event study) didasari oleh perspektif informasi. Scott (2009) menyatakan bahwa untuk menguji apakah informasi akuntansi mempunyai kandungan informasi, peneliti dapat mendasarkan pada teorema Bayes dalam teori keputusan. Informasi akuntansi dinilai berguna jika informasi tersebut menyebabkan investor mengubah keyakinan (beliefs) dan tindakan (actions) mereka.

Pendekatan pengukuran kegunaan informasi akuntansi dengan metoda relevansi-nilai didasari oleh perspektif pengukuran (Beaver, 1998; Scott, 2009). Pendekatan ini didasari oleh teori clean surplus dari Ohlson (1995). Teori clean surplus Ohlson menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan dapat dinyatakan dalam variabel-variabel laba rugi dan variabel-variabel neraca. Teori ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan tergantung pada (dipengaruhi oleh) variabel-variabel akuntansi fundamental. Hal ini konsisten dengan perspektif pengukuran.

 

2.2       Kegunaan Keputusan (Decision Usefulness)

            Orang pertama yang menggunakan paradigma kegunaan keputusan (decision usefulness) adalah Chambers. Ia mengatakan sebagai berikut :

Oleh karenanya, akibat yang wajar dari asumsi manajemen rasional adalah bahwa seharusnya ada sistem yang menyajikan suatu informasi; seperti sistem yang diperlukan baik untuk dasar pembuatan keputusan atau dasar untuk memperoleh kembali konsekuensi keputusan. Sistem yang menyajikan informasi secara formal akan menyesuaikan dengan dua dalil umum. Pertama adalah kondisi dari setiap wacana ilmiah, sistem seharusnya secara logika konsisten; tidak ada aturan atau proses yang dapat bertentangan dengan setiap aturan atau proses lainnya. Kedua muncul dari pemakai laporan akuntansi sebagai dasar pembuatan keputusan dari konsekuensi praktik. Informasi yang dihasilkan oleh setiap sistem seharusnya relevan dengan berbagai bentuk pembuatan keputusan yang diharapkan dapat digunakan (Belkoui, 2011:14).

 

            Sebaliknya, Scott (2003:52) mengatakan bahwa pendekatan kegunaan keputusan merupakan suatu pendekatan terhadap laporan keuangan yang berdasarkan biaya historis agar lebih berguna. Dalam mengadopsi pendekatan kegunaan keputusan ada dua pertanyaan penting, yaitu pertama siapa pengguna laporan keuangan dan kedua apa masalah keputusan pengguna laporan keuangan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus memahami teori kegunaan orang pribadi (single-person of decision theory) dan teori investasi (theory of investment).

            Teori kegunaan orang pribadi (single-person of decision theory) merupakan cara pandang investor yang harus mengambil tindakan di bawah kondisi yang tidak menentu, berarti teori ini tidak digunakan jika kondisi sudah ideal. Kondisi ideal adalah kondisi di mana karakter ekonomi sudah sempurna dan pasar sudah komplet atau sepadan dari kekurangan informasi asimetri dan rintangan lain menjadi wajar dan operasi pasar efisien (Scott, 2003:53). Teori ini masih relevan pada akuntansi karena laporan keuangan menyediakan tambahan informasi yang berguna untuk banyak keputusan. Jadi, simpulannya teori ini merupakan pilihan yang bagus untuk mulai memahami bagaimana individu membuat keputusan rasional di bawah ketidakpastian.

            Teori investasi (theory of investment) merupakan teori yang mempelajari tentang komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan pada masa yang akan datang (Tandelilin, 2001:3). Misalnya seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen pada masa yang akan datang. Sebakliknya tujuan investasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor.

 

2.3       Pendekatan Decision Usefulness atas Informasi Akuntansi

Akuntan telah memutuskan bahwa investor merupakan konstituen utama, serta menggunakan teori investasi dan teori pengambilan keputusan dalam memahami tipe informasi akuntansi yang dibutuhkan investor. Hal ini sesuai dengan tujuan laporan keuangan yang ada dalam pernyataan SFAC No.1 tentang the objective of financial reporting for business enterprise (FASB, 1978) (paragraf 5) sebagai berikut:

(1)       “Financial reporting should provide information that is useful to present and potential investors and creditors and other users in making rational investment, credit, and similar decisions.” (laporan keuangan seharusnya menyediakan informasi yang berguna bagi investor atau kreditor yang ada sekarang maupun calon investor/ kreditor dan para pengguna lain dalam melakukan investasi, kredit, dan keputusan-keputusan serupa yang rasional).

(2)       “Financial reporting should provide information to help present and potential investors and creditors and other users in assessing the amounts, timing, and uncertainty of prospective cash receipts from dividends or interest and the proceeds from the sale, redemption, or maturity of securities or loans.” (laporan keuangan seharusnya menyediakan informasi untuk membantu investor atau kreditor yang ada sekarang maupun calon investor/ kreditor dan para pengguna lain dalam menaksir (memprediksi) jumlah, penentuan waktu, dan ketidakpastian dari penerimaan kas yang prospektif dari deviden atau bunga dan hasil-hasil yang diperoleh dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya suatu sekuritas atau pinjaman).

 

Kedua pernyataan tersebut mengimplikasikan bahwa meskipun laporan keuangan memiliki sasaran yang luas, orientasinya terletak pada investor dan kreditor dengan berasumsi bahwa terpenuhinya kebutuhan mereka berarti terpenuhi pula hampir semua kebutuhan para pengguna lainnya. Investor, dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan tentang Pengguna dan Kebutuhan Informasi, didefinisikan sebagai penanam modal berisiko yang berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan (Standar Akuntansi Keuangan, 2009:2).

Pernyataan dalam SFAC No.1 jelas memberikan mandat pada profesi akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan yang berguna (useful) bagi para pengguna dalam rangka membuat keputusan bisnis. Lebih lanjut, SFAC No.1 menyajikan suatu adaptasi penting dari teori keputusan bagi penyusunan laporan keuangan, bahwa teori keputusan ini berorientasi kepada pembuatan keputusan investasi bagi individu yang rasional (Machfoedz, 1999; Scott, 2009:76). Oleh karenanya, pengujian atas manfaat informasi akuntansi penting dilakukan. Pendekatan decision usefulness atas informasi akuntansi merupakan suatu pendekatan terhadap laporan keuangan yang berbasis biaya historis agar menjadi lebih berguna.

Pendekatan ini menitikberatkan pada para pengguna laporan keuangan, keputusan mereka, informasi yang mereka butuhkan, serta kemampuan mereka memproses informasi akuntansi (Wignjohartojo, 1995:41). Terdapat dua pertanyaan penting dalam mengadopsi pendekatan decision usefulness atas informasi akuntansi, yaitu: (1) siapa saja para pengguna laporan keuangan. Terdapat banyak konstituen (kelompok-kelompok pengguna), seperti: investor, manajer, serikat buruh, standard setters, dan pemerintah. Terdapat banyak pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan, oleh karenanya dengan mengidentifikasi pengguna (pihak yang berkepentingan) diharapkan akan dapat ditentukan bagaimana bentuk laporan keuangan atau informasi akuntansi apa saja yang harus disajikan dalam laporan keuangan; dan (2) apa saja masalah keputusan bagi para pengguna laporan keuangan. Akuntan akan lebih memahami berbagai kebutuhan informasi yang diperlukan oleh para pengguna laporan keuangan dengan mengetahui masalah-masalah keputusan yang dihadapi oleh para pengguna laporan keuangan.

Penyusunan laporan keuangan seharusnya mempertimbangkan informasi akuntansi yang dibutuhkan para pengguna laporan keuangan tersebut. Dengan kata lain, akuntan seharusnya menyesuaikan informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan kebutuhan-kebutuhan para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menghasilkan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan cara ini, informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan akan menjadi lebih berguna (Scott, 2009:59). Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang berguna bagi para pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian di masa lalu. Oleh karenanya, untuk dapat membuat keputusan ekonomi, para pengguna laporan keuangan memerlukan evaluasi atau analisis berdasarkan informasi akuntansi yang terkandung dalam laporan keuangan (Moon & Keasey, 1992; Banker et al., 1993; Eccles & Holt, 2005; Alattar & Al-Khater, 2007; Standar Akuntansi Keuangan, 2009:3).

Kemampuan laporan keuangan untuk memberikan informasi akuntansi yang berguna bagi investor tidak terlepas dari permasalahan karakteristik kualitatif dari laporan keuangan itu sendiri. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi akuntansi dalam laporan keuangan menjadi berguna bagi para penggunanya. Standar Akuntansi Keuangan (2009:5) menyebutkan bahwa terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu: (1) dapat dipahami, (2) relevan, (3) keandalan, dan (4) dapat diperbandingkan. Karakteristik kualitatif informasi akuntansi, yaitu: relevance dan reliability merupakan kualitas utama yang diperlukan agar penyajian laporan keuangan menjadi berguna bagi pengambilan keputusan investasi dengan mengoperasionalkan pendekatan decision usefulness. Informasi yang relevan (relevance) adalah informasi yang tepat waktu (timeliness), yaitu informasi yang tersedia bagi decision maker dan memiliki kapasitas yang dapat mempengaruhi decision makers dalam membuat keputusan dengan mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa akan datang, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pada masa lalu. Selain itu, informasi akuntansi dapat dikatakan relevan jika mempunyai nilai prediktif (predictive value) dan nilai umpan balik (feedback value). Jadi, informasi yang relevan adalah informasi yang mempunyai kapasitas untuk mempengaruhi keyakinan investor mengenai tingkat return yang diharapkan diterima di masa akan datang (future returns), dan seharusnya di-release secara tepat waktu. Selanjutnya, informasi akuntansi dapat dikatakan reliabel (reliability) apabila suatu informasi akuntansi itu bebas dari bias atau bebas dari pengertian yang menyesatkan, bebas dari kesalahan material, dan dapat diandalkan para penggunanya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan (verifiability, neutrality, representational faithfulness). Jadi, informasi yang reliabel adalah informasi yang mewakili apa yang dinyatakan dan diukur oleh informasi tersebut. Bahwa, suatu informasi haruslah menyajikan kebenaran secara tepat dan bebas dari bias (FASB, 1980; Eccles & Holt, 2005; Maines & Wahlen, 2006; Standar Akuntansi Keuangan, 2009:5-9; Scott, 2009:76).

Penyajian laporan keuangan tidak mungkin menyajikan laporan keuangan dengan tingkat relevansi dan reliabilitas secara penuh karena konsekuensinya akan terjadi trade-off antara relevansi dan reliabilitas sebagai bagian dari kualitas informasi yang diinginkan. Adanya permasalahan bahwa laporan keuangan seharusnya menyajikan informasi yang berguna bagi investor dan pemakai lain, maka laporan keuangan harus mempertimbangkan tingkat relevansi dan reliabilitas atas penyajian informasi yang terkandung didalamnya. Kedua kriteria tersebut akan mengalami trade-off jika digunakan secara bersamaan. Selama ini penyajian laporan keuangan dengan berbasis biaya historis (historical cost) masih dinilai relatif reliabel, sebab biaya (cost) pada aktiva atau kewajiban perusahan masih obyektif untuk estimasi. Akan tetapi, kelemahan penyajian laporan keuangan berbasis biaya historis dinilai tidak memiliki kemampuan prediktif (tidak relevan) terhadap kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi dalam situasi yang merugikan (Scott, 2009:41&58).

Pembahasan yang mengarah pada suatu konsep penting dalam ilmu akuntansi, yaitu konsep decision usefulness, konsep tentang kebermanfaatan (kegunaan) dalam pengambilan keputusan. Pendekatan decision usefulness dapat digunakan untuk membuat informasi akuntansi yang terkandung dalam laporan keuangan yang berbasis biaya historis menjadi lebih berguna (useful). Akuntan sebagai penyaji informasi akuntansi tidak akan dapat menjadikan laporan keuangan menjadi lebih berguna sampai mengetahui apa sebenarnya makna manfaat (kegunaan) dari informasi yang disajikan bagi para penggunanya. Kualitas penting informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pengguna (Scott, 2009:59).

 

2.4       Perspektif Pengukuran

Perspektif pengukuran pada kegunaan keputusan secara tidak langsung lebih besar memakai nilai wajar dalam laporan keuangan yang tepat. Menurut Scott (2003:174) definisi perspektif pengukuran pada kegunaan keputusan adalah sebuah pendekatan pada pelaporan keuangan di mana akuntan melakukan tanggung jawab pada nilai wajar perusahaan dalam laporan keuangan yang tepat, penyediaan bisa turun dengan keandalan yang layak. Dengan demikian, peningkatan obligasi dengan membantu investor untuk memprediksi nilai wajar fundamental. Sebaliknya, Barth (2000) mengatakan bahwa informasi kegunaan keputusan adalah informasi pada kontribusi dari aktiva dan kewajiban untuk enterprise value. Jadi, atribut pengukuran benchmark adalah nilai penggunaan. Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perspektif pengukuran lebih menekankan pada nilai sekarang dalam mengukur aktiva, kewajiban, dan ekuitas karena hal tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Konsekuensinya adalah akan terjadi penurunan tingkat reliabilitas dari laporan keuangan tersebut.

Beberapa alasan mengapa perspektif pengukuran semakin diakui adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Earning Responsse Coefficients (ERC) menunjukkan bahwa kemampuan pasar sangat sulit untuk mendapatkan implikasi dari laporan keuangan yang disajikan dengan biaya histories. Kedua, prospect theory yang menyatakan bahwa investor mempertimbangkan risiko investasi yang memisahkan evaluasi prospek evaluasi keuntungan dan kerugian. Ketiga, teori surplus bersih Ohlson menjelaskan konsistennya kerangka dasar dengan perspektif pengukuran yang memperlihatkan bagaimana nilai pasar perusahaan, yang disebabkan oleh perputaran sekuritas dapat dipercepat pada waktu neraca fundamental dan komponen laporan pendapatan. Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi yang ideal meliputi tidak relevannya dividen dan keganjilan pasar efisien.

 

2.5       Pasar Modal Efisien

 

Jogianto (2000:363) menyatakan setidaknya ada 4 definisi pasar modal efisien. Pertama, definisi pasar didasarkan pada nilai intrinsic sekuritas. Ukuran efisiensi dilihat dari sejauh mana harga-harga sekuritas menyimpang dari nilai intrinsiknya (Beaver, 1989). Kedua, definisi yang didasarkan pada akurasi dari harga sekuritas. Fama (1970) mendefinisikan pasar modal efisien adalah jika harga-harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia. Ketiga, definisi yang didasarkan pada distribusi informasi. Beaver (1989) mengatakan pasar efisien jika dan hanya jika harga-harga sekuritas bertindak seakan-akan setiap orang mengamati system informasi tersebut. Keempat, definisi efisiensi pasar didasarkan pada proses dinamik (Jones, 1995). Definisi ini mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena informasi yang tidak simetris tersebut. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran informasi dilakukan secara cepat sehingga informasi menjadi simetris, yaitu setiap orang memiliki informasi ini.

 

Jones (1996:268) menyatakan bahwa pasar yang efisien adalah suatu pasar yang mana harga-harga dari seluruh sekuritas dengan cepat dan dengan sepenuhnya mencerminkan seluruh informasi yang tersedia tetang asset tersebut. Konsep ini menyatakan bahwa investor akan meresapkan seluruh informasi yang relevan ke dalam harga-harga pada saat mereka membuat keputusan beli dan jual. Oleh karena itu, harga saham saat ini mencerminkan mencerminkan seluruh informasi yang telah diketahui, tidak hanya informasi yang telah lalu (missal: laba kuartalan atau tahunan yang lalu), tetapi juga informasi saat ini begitu juga peristiwa-peristiwa yang telah dipublikasikan tetapi eksekusinya masih di masa yang akan dating (seperti stock split). Selanjutnya, informasi yang secara logis dapat disimpulkan akan mempengaruhi harga saham juga akan direfleksikan ke dalam harga. Sebagai contoh, jika banyak investor percaya bahwa tingkat bunga akan segera turun, harga-harga akan mencerminkan kepercayaan ini sebelum penurunan yang sesungguhnya terjadi.

 

2.6       Perspektif Pengukuran: Hubungan Kualitas Laba dan Relevansi-Nilai Laba

Scott (2009) menyatakan bahwa perspektif pengukuran menekankan peran fundamental dari informasi akuntansi keuangan untuk menentukan nilai perusahaan. Hitz (2007) menyatakan gagasan fundamental yang mendasari perspektif pengukuran adalah bahwa akuntansi seharusnya mengukur secara langsung dan melaporkan informasi dasar yang diperlukan oleh investor yaitu nilai perusahaan, atau setidaknya fraksi dari nilai perusahaan. Berdasarkan perspektif pengukuran, ukuran-ukuran akuntansi didefinisikan dengan baik dan menunjukkan suatu karakter ekonomik. Perspektif pengukuran lebih menekankan kualitas angka akuntansi dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya adalah kualitas laba.

Berdasarkan perspektif pengukuran, kegunaan-keputusan (decision usefulness) informasi akuntansi, khususnya laba, dapat ditingkatkan melalui perbaikan kualitas laba.

Temuan-temuan empiris yang mendukung adanya hubungan antara kualitas laba dan kegunaan informasi akuntansi (yang diukur dengan relevansi-nilai) di antaranya adalah Lev dan Zarowin (1999), Collins et al. (1997), Francis dan Schipper (1999), dan Ota (2001), yang menyatakan bahwa lemahnya relevansi-nilai informasi akuntansi disebabkan oleh masalah accounting recognition lag dan masalah komponen laba transitori, yang menunjukkan masalah kualitas laba. Bao dan Bao (2004) mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan dengan kualitas laba yang lebih tinggi cenderung menunjukkan relevansi-nilai laba yang lebih tinggi pula.

Perspektif pengukuran dan berbagai temuan riset empiris tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara kualitas laba dan kegunaan informasi akuntansi bagi investor. Angka laba yang berkualitas tinggi mampu mengindikasikan secara lebih baik tentang nilai perusahaan. Dengan demikian, angka laba yang berkualitas tinggi akan mempunyai asosiasi yang kuat dengan variabel-variabel pasar (yaitu harga saham atau return saham). Dengan kata lain, angka laba yang berkualitas tinggi akan mempunyai relevansi-nilai yang tinggi pula.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

 

3.1       Kesimpulan

Perspektif pengukuran dalam pelaporan keuangan (financial reporting) adalah sebuah pendekatan dimana akuntan mengambil sebuah tanggung jawab untuk menggabungkan nilai wajar (fair values) dalam laporan keuangan yang tepat, dengan tetap memperhatikan realibilitas. Hal ini memberikan sebuah kewajiban tambahan untuk memberikan informasi kepada investor sehingga dapat digunakan untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa depan.

Measurement perspective dapat meningkatkan earnings quality dengan semakin relevannya informasi akuntansi. Apabila informasi akuntansi semakin relevan, maka reaksi investor terhadap informasi tersebut akan semakin besar. Namun demikian, measurement perspective juga dibatasi oleh reliabilitas. Metode fair value yang dapat dimasukkan dalam laporan keuangan pokok adalah metode yang tidak mengakibatkan menurunnya reliabilitas laporan keuangan tersebut.

Measurement perspective berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi. Akuntan mengambil tanggung jawab untuk membantu investor dengan cara menggunakan pengukuran fair value terhadap laporan keuangan pokok. Akan tetapi, sesuai dengan SFAC 2 menyatakan bahwa ada dua kualitas informasi pokok,yaitu relevansi dan reliabilitas, yang harus dijaga keseimbangannya.

Apabila hanya memperhatikan relevansi, maka reliabilitas akan berkurang dan menyebabkan laporan keuangan tidak bisa diaudit. Akuntan publik yang merupakan ujung tombak profesi akuntansi tidak lagi bisa berjalan karena laporan keuangan tidak bisa diaudit. Karena itu, batasan measurement perspective adalah berusaha untuk menggunakan pengukuran yang berorientasi pada fair value terhadap laporan keuangan pokok asalkan kualitas reliabilitas laporan keuanganpokok tersebut tidak berkurang.

Beberapa alasan mengapa perspektif pengukuran semakin diakui adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Earning Responsse Coefficients (ERC) menunjukkan bahwa kemampuan pasar sangat sulit untuk mendapatkan implikasi dari laporan keuangan yang disajikan dengan biaya histories. Kedua, prospect theory yang menyatakan bahwa investor mempertimbangkan risiko investasi yang memisahkan evaluasi prospek evaluasi keuntungan dan kerugian. Ketiga, teori surplus bersih Ohlson menjelaskan konsistennya kerangka dasar dengan perspektif pengukuran yang memperlihatkan bagaimana nilai pasar perusahaan, yang disebabkan oleh perputaran sekuritas dapat dipercepat pada waktu neraca fundamental dan komponen laporan pendapatan. Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi yang ideal meliputi tidak relevannya dividen dan keganjilan pasar efisien.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Beaver, W.H. 1998. Financial Reporting: An Accounting Revolution. Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Collins, D., Maydew, E., dan Weiss, I. 1997. “Changes in the Value-relevance of Earnings and Book Values over the Past Forty Years”. Journal of Accounting and Economics, 24, 39-67.

 

Cornell, B., dan Landsman, W.R. 2003. “Accounting Valuation: Is Earnings Quality an Issue?” AIMR, November/December, 20-28.

 

Financial Accounting Standard Board, 1978. Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. Statement of Financial Accounting Concepts No. 1. FASB, Stamford, Connecticut, November.

 

Financial Accounting Standard Board, 1980. Qualitative Characteristics of Accounting Information. Statement of Financial Accounting Concepts No. 2. FASB, Stamford, Connecticut, May.

 

Hitz,  J.M.  2007.  “The  Decision  Usefulness  of  Fair  Value  Accounting    A  Theoretical Perspective”. European Accounting Review, 16 (2), 323-362.

 

Jones, J. 1991. “Earnings Management during Import Relief Investigation”. Journal of Accounting Research, 29 (2), 193-228.

 

Ohlson,   J.   1995.   “Earnings,   Book   Values,   and   Dividends   in   Security Valuation.” Contemporary Accounting Research, 11 (Spring), 661-688.

 

Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Toronto: Pearson Prentice Hall.

 

Standar Akuntansi Keuangan, 2009. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

 

Comments

Popular Posts